Langsung ke konten utama

JOMBLO

Waktu berjalan begitu cepat, hingga usia begitu gesit merambat. Detik yang berputar pun enggan untuk berhenti sejenak. Bahkan, hanya untuk sekedar menungguku bersiap dan berbenah diri. Detik berganti jam, hari berganti bulan, hingga tahun-tahun baru kembali berlabuh. Usia tak lagi tujuh, atau sepuluh, atau bahkan tujuh belas. Banyak orang bilang, “siapa calonnya?”
Bagaimana denganmu? Hanya menunggu waktu yang tepat menurut Allah. Seperti janji-Nya yang tak pernah teringkari atau terpalsukan. Janji Allah itu pasti, bahwa setiap insan memang diciptakan berpasang-pasangan. Lalu apa yang perlu diragukan, ketika semua telah menjadi sebuah ketetapan-Nya? Aku memiliki jodoh, dan kamu pun juga demikian.
Tak akan ada yang bisa menembus kokohnya dinding takdir, bahkan hanya untuk sekedar mengintip di balik tabir. Jodoh telah menjadi takdir-Nya yang amat sangat rahasia. Begitu rapi tersimpan di lauhul mahfudz hingga saatnya tiba. Kita hanyalah berkewajiban untuk berbanyak ikhtiar, serta perbanyak doa selama masa penntian masih begitu nyata.
Sejatinya, hidup ini hanyalah tentang sebuah penantian. Menanti apa yang beum terjadi, dan menanti apa yang belum dimiliki. Memang, sebuah penantian panjang itu, kerap membuat kita resah dan gelisah. Hingga pada akhirnya dilanda dengan kekhawatiran yang bertubi-tubi. Tapi, kembali lagi bahwa haruskah kita mengkhawatirkan apa ang telah dijamin pasti oleh Allah? Semua sudah menjadi garis takdir yang pasti. Tak bisa diganggu gugat atau dinegosiasi.
Setiap air yang mengalir di sungai pasti akan bermuara di lautan. Setinggi apapun gunung yang menjulang, pasti memiliki ujung. Segelap apa pun langit maam, pasti akan berakhir dengan terang, saat kehadiran sang mentari kembali mencahayai tiap pelosok bumi. Begitu pula dengan sebuah penantian akan hadirnya sosok peneduh jiwa. Penantian pasti akan bermuara dalam sebuah pertemuan, hingga kemudian bersatu dalam sebuah penyatuan yang tak terpisahkan. Seberapa lama pun sebuah penantian itu dirasa, pasti memiliki ujung jua. Dan sepedih apapun menanti dalm kesendirian, semuanya akan berakhir. Penantian pasti berakhir, tatkala kepastian itu hadir dan enggan kembali melipir.
Beginilah caraku menunggumu. Menulis untukmu, dan menulis tentangmu. Hingga nanti engkau tahu betapa banyak waktu yang telah kuhabiskan hanya untuk menunggumu. Ya, menunggumu hadir bersama sebuah takdir kehidupan. Aku akan terus menanti, tap bukan untuk penantian tanpa henti. Aku akan terus menanti hingga Allah berkata “waktunya berhenti menanti. Saatnya menjemput yang pasti”.  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasihat Diri

You can't make yourself feel positive, but you can choose how to act, and if you choose right, it builds your confidence . Wushuuu. . . abot nggik omonganmu haha Sometimes, kita emang gabisa ngebuat diri kita selalu berfikir positif. Padahal, be positive thinking itu perlu banget. Dengan kita selalu berfikir positif kita jadi ngerasa bersyukur tiap harinya, ngerasa hidup ini lebih bersahabat, lebih menghargai dan mensyukuri segala potensi kita. Realitanya, it’s very difficult. Really! Karena terkadang otak dan hati sering berjalan ga sejalan. Berbicara memang mudah. Berpikir apalagi, mudah. Merasakan juga tak sulit. Tapi, bagaimana ketika semuanya harus bekerja secara bersamaan? Tidak semudah yang dibayangkan, tidak mudah. Lagi-lagi aku terjebak dalam situasi seperti ini. Ingin ikuti kata bibir? Tapi, tidak sejalan dengan kata hati, walaupun pikiran mendukung perkataan mulut. Ingin ikuti kata hati? Tapi, tidak sejalan dengan ucapan yang keluar dari bibir, walaupun pikiran men

Come Back

Finally, akhirnya nulis lagi. Terakhir upload 1,5 tahun yang lalu. Jeda yang sangat lamaaa... Emang amatiran banget, ga konsisten haha So, I am come back. Beberapa bulan ini dan kedepan adalah bulannya ujian kesabaran. Loh kok bisa? Yuhuu bulannya angkatanku pada sempro, ada yang mau sidang, ataupun ada yang mau wisuda dan bahkan banyak yang nikah. “Kon kapan nggik?” STOP dengan pertanyaan jahat itu! haha This whole thing got me thinking, apakah poin dari kita hidup adalah untuk cepet-cepetan ngelakuin sesuatu? Kenapa juga kita mesti cepet-cepetan ngelakuin sesuatu? Cepet-cepetan achieve sesuatu? Dan kenapa kita harus ngikutin pattern yang udah ada, yang udah dilakuin sama orang-orang sebelum kita? I am 22 now. Apakah aku seharusnya sudah sempro? “waduh penelitihan pendahuluan aja belum haha” Apakah aku seharusnya sudah wisuda? “helloo pendamping wisudamu belum ada nggik haha Oke itu nggak penting, pendamping ter-so sweet adalah keluarga”. Apakah seharusnya sekarang aku su

Say Something

“Say something , I’m giving up on you. I’ll be the one, if you want me to. Anywhere, I would’ve followed you. I’m still learning to love.  Just starting to crawl. You’re the one that I love”. Yeah... itulah kalimat yang selalu aku tunggu darimu. Iya kamu! Kamu yang selalu menggoyak setiap imajinasiku. Kamu yang selalu hadir di dalam bunga tidurku. Kamu yang selalu punya ruang di hatiku. Sosokmu yang selalu nyata di mimpiku, tapi tak pernah hadir di duniaku. Sosokmu yang selalu dapat kurasakan di batinku, tapi tak selalu dapat kusentuh ragamu. Akankah semua hanya ilusi? Tapi nampaknya kamu yang selalu memaksaku untuk mengingatmu. Terlena dalam ilusi manjamu. Harusnya aku sadar! bahwa ini hanya ilusi, yang tak akan jadi nyata. Bagai fatamorgana di gurun pasir. Aku ingin menghilangkan semua ilusi itu agar aku dapat segera melewatkanmu. Melewatkan segala kenangan yang ada. Melewatkan segala bayang semumu. Dan aku ingin melakukan itu semua. Tapi nampaknya magis auramu begitu kuat untuk m